Oleh: DR. H. Ismetullah, M. Pd
Cilegon yang berbahasa Jawa Banten, merupakan khasanah budaya asimilasi antara Sunda dan Pengaruh Wali Songo, khususnya Sunan Gunung Jati dan Prabu Siliwangi sebagai penguasa saat itu.
Cilegon masih tergolong masyarakat pesisir pantai, seperti Anyer, Cigading, Bojonegara, Kasemen, Ciruas, terus ke arah mauk, Betawi, Tanjung priok, Bekasi, Karawang, Indramayu, Cirebon.
Kemiripan bahasa menjadi mudah untuk menelusurinya.
Budaya yang masih lestari adalah debus yang menjadi alat kanuragan beladiri.
Idealnya Cilegon masih melestarikan adat baduy sebagai titisan nenek moyangnya, namun sudah menjauh tata krama, tata laksana adat, tetabuan, tetarian, dan tata kehidupan serta cara memuja pada sang penguasa. Semua itu terjadi karena kuatnya pengaruh Islam yang dikomitmenkan oleh Sunan Gunung Jati sebagai Walisongo yang menyebarkan Agama Islam dan mengubah tatanan berdasarkan Aqidah baru dari Agama Sunda Wiwitan menjadi Agama Islam yang rahmatan lil alamin.
Dari cari berpakaian yang tak nampak lagi, bahasa, adat istiadat, prilaku kehidupan sosial, bercocok tanam, menunjukkan ada totalitas perubahan yang terjadi.
Sunda wiwitan sebetulnya tergolong pemuja dewa sri, dewa kemakmuran yang menjadikan para pemujanya mengharapkan hidup makmur dan sejahtera dari lingkungan alam sekitarnya.
Hanya saja, Agama Sunda Wiwitan tak memerlukan simbol seperti patung, rumah ibadah, tempat yang disakralkan karena dimanapun mereka berada tuhannya bersama mereka.
Kuatnya keyakinan dalam sunda wiwitan membuat Islam mudah diterima karena banyak kesamaan dalan keyakinan dalam memuja sang penguasa alam namun berbeda dalam teknis dan berbagai aturan syariah yang diajarkan.
Paraji yang berprofesi sebagai tim medis di masa itu memiliki spesialis secara keahliannya, ahli tulang, ahli lahiran, ahli pengobatan, ahli penyakit lahir dan batin lainnya.
Adat saweran, pernikahan, kematian, lahiran, panen, bertanam dalam Sunda Wiwitan menjadi melekat dalam kehidupan sehari-hari sehingga membentuk adat dan tradisi yang harmonis menyatu dengan bijaknya alam dalam menyediakan berbagai kebutuhan dan suasana kedamaian.
Sunda wiwitan mengajarkan hidup sederhana dengan menjaga keramahan alam dan rasa syukur pada sang pencipta sehingga tolak ukurnya damai dan ketentraman hidup jadi tujuan.
Mari kita ambil yang terbaik untuk menjadi sandaran hidup kita dengan Agama yang sudah menjadi pilihan.